Kamis, 28 November 2013

MENGAJARKAN AQIDAH DENGAN METODE RABBANI (1)

Mentauhidkan Allah dalam ibadah adalah tujuan utama diciptakannya jin dan manusia, sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (Terj. QS. adz-Dzaariyaat: 56).

Oleh karena itu da’wah tauhid merupakan tujuan dasar diutusnya para nabi dan rasul. Firman Allah: “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut  itu."(terj. QS. an-Nahl: 36).

Selain itu Tauhid juga merupakan nikmat terbesar yang dianugerahkan AllahAzza wa Jalla kepada umat Islam. Karena Dialah sumber kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akhirat.

Di samping itu Tauhid juga merupakan sebab 'ishmah/perlindungan di dunia. Dengannya jiwa dan harta seorang muslim dilindungi, sekaligus menjadi bukti'aqd/ikatan Islam padanya. Inilah makna sabda Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam:Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan Laa ilaha illallah,siapa saja mengucapkanLaa ilaha illallahterpeliharalah darah dan hartanya; terkecuali kalau ada sesuatu hak Islam. Dan hisabnya diserahkan kepada Allah." 
Dan di akhirat, tauhid menjadi penyelamat dari api neraka. Firman AllahAzza wa Jalla: “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (terj.QS. al-Maidah: 72)

Sebuah ibadah dan ketaatan hanya diterima jika dilakukan dengan ikhlas hanya karena Allah semata. Firman AllahAzza wa Jalla: “Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya”. (terj. QS. al-Kahfi: 110)

Allah juga befirman:"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu:"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi."(QS. 39:65)

Ilmu agama yang pertama kali wajib disampaikan kepada manusia adalah tauhid. Ketika mengutus Mu'adz Ibn Jabal ke Yaman, Rasulullah berwasiat kepadanya:"Wahai Mu'adz, sesungguhnya kau akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah perkara yang pertama kali kau serukan adalah beribadah kepada Allah. Bila mereka telah beriman, maka sampaikanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam."

Tauhid juga perkara terakhir yang wajib dipertahankan, bila seseorang ingin meninggalkan dunia dengan selamat. Sabda Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam:"Siapa saja yang ucapan terakhirnya dari dunia adalah Laa Ilaaha Ilallaah, pastilah ia masuk surga."

Oleh karena kebahagiaan kaum mukmin di dunia dan akhirat tergantung pada tauhid kepada Allah, maka ia menjadi kewajiban pertama yang harus diajarkan kepadamukallaf, dan hanya dengannyalah hatinya dapat hidup, selanjutnya hendaklah tauhid dijadikan konsep hidup sehari-hari. Inilah tanggung jawab ulama dan du'at, yang dapat disampaikan melalui majelis ilmu, khutbah, karya tulis, dan beraneka ragam sarana dakwah lainnya.

Tingkat pemahaman dan kecerdasan masing-masing orang berbeda. Karenanya, hendaklah para da'i mengajarkan tauhid kepada kaum awam dengan metoderabbani. Metode ini telah dijelaskan oleh Ibn Abbas radhiyallahu 'anhmua saat menafsirkan firman Allah: Akan tetapi (dia berkata):"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani , karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya."(terj. QS. Ali Imran: 79)  Beliau berkata:"Rabbani adalah seorang yang mengajari manusia mulai dari ilmu mendasar, baru kemudian yang lebih tinggi."

Yang dimaksud dengan dasar ilmu adalah kaidah-kaidah universal yang jelas dan pasti. Seorang da'i harus memulai dengan kaidah-kaidah ini sebelum masuk kepada masalah parsial yang lebih rumit.
Tidaklah bijaksana jika seorang da'i memulai pengajaran materi akidah kepada masyarakat awam dengan definisi, istilah-istilah ushul, perbedaan antara sekte-sekta dalam masalah aqidah, seperti iman kepada qadha dan qadar, asma' dan shifat, dsb. Metode ini kurang tepat, sebab:

1. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh kita berbicara kepada manusia sesuai kadar nalarnya. Masyarakat awam bisanya datang ke masjid karena ingin mendengarkan mutiara nasehat penyejuk jiwa. Adapun masalah-masalah seperti di atas biarlah menjadi spesialisasi penuntut ilmu.

2. Mayoritas kaum muslim lebih membutuhkan bimbingan yang dapat menghidupkan kembali cahaya hati yang telah redup, daripada mempelajari istilah-istilah ilmiah.
Maka hendaklah seorang alim atau da'i membedakan antara metode penyampaian kepadathalib al-ilmidengan metode penyampaian kepada masyarakat awam.

Seorang da'i harus menyadari bahwatazkiyatun nafsharus dimulai dengan menambah tinggi volume iman di hati, sehingga dapat mengalahkan kekuatan nafsu yang terpendam di dalamnya. Dan inilah visi utama mayoritas da'i. Selain itu hendaklah ia berdakwah dengan topik-topik paralel dan kontiniu, yang kesemuanya bertujuan merangkul objek dakwah menuju pengetahuan tentang AllahTa'aladan tunduk sepenuhnya kepada-Nya. Dengan demikian mereka akan siap menjadikan syari'at Allah sebagai konsep hidup yang komprehensif. (http://www.albayan.co.uk/id/article.aspx?id=171). Bersambung insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar