Selasa, 26 November 2013

Kenapa Tarbiyah Lewat Halaqah-halaqah Al-Qur’an? (2)

Pada tulisan sebelumnya (http://wahdahmuna.blogspot.com/2013/11/kenapa-tarbiyah-lewat-halaqah-halaqah.html), telah diuraikan tentang bahwa, [1] tarbiyah dengan al-Qur’an Merupakan Metode Rabbani yang Allah Pilih untuk dijalankan oleh  Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam dalam Al-Qur’an 3: 164), dan [2] Tarbiyah dengan al-Qur’an merupakan implementasi Bacaan yang Sebenar-benarnya (haqqa tilawatiho) terhadap Al-Qur’an (2: 121).

Ketiga, Diskripsi Negatif Al-Qur’an terhadap Penghapal Al-Qur’an namun Tidak Memahami atau Mengamalkannya

Syariat mencela penghapal Al-Qur’an yang melalaikan hukum-hukumnya serta mengabaikan pengamalannya. Dalam sebuah ayat, Al-Qur’an mengingatkan bahwa sikap tersebut adalah sikap orang-orang Yahudi.

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْـحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِـمِينَ

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”(QS. al-Jumu’ah/62: 5).

Imam al-Qurthubi menulis:“Ayat ini mengandung peringatan Allah Ta’ala terhadap orang yang menghapal Al-Qur’an agar mempelajari maknanya dan mengajarkannya, agar dia terbebas dari celaan yang menimpa kaum itu.”(al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz XVIII, h. 62).

Dari Samurah ibn Jundubradhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang mimpi yang beliau lihat, beliau bersabda,“Adapun manusia yang dipukul kepalanya dengan batu adalah orang yang membaca Al-Qur’an tapi menolaknya, dan dia tertidur hingga tidak melaksanakan shalat wajib.”(HR. Bukhari, no. 7047). Dalam redaksi lain disebutkan,“Yang aku lihat dipukul kepalanya adalah manusia yang Allah ajarkan Al-Qur’an kepadanya kemudian dia tidur di waktu malam dan tidak mengamalkannya di waktu siang.”(HR. Bukhari, no. 1386).

Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala mencela manusia-manusia yang tidak mentadabburi Al-Qur’an.

أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”(QS. Muhammad/47: 24).

وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إلَّا أَمَانِيَّ وَإنْ هُمْ إلَّا يَظُنُّونَ

“Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Alkitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga.”(QS. al-Baqarah/2: 78).

Dalam tafsir disebutkan bahwa yang mereka ketahui dari Alkitab hanya bacaannya semata. (Lihat: Ibn Katsir,Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Juz I, h. 166). Intinya, mereka tidak mengetahui dan mengamalkan kandungannya.  Fudhayl ibn Iyadh berkata,“Al-Qur’an diturunkan semata agar diimplementasikan kandungannya, namun manusia menjadikan membaca Al-Qur’an sebagai pekerjaan.”(Al-Ajurri,Akhlaq Hamalah al-Qur’an, h. 37).
Banyak lagi ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang mencela bacaan dan hapalan Al-Qur’an semata tanpa pemahaman dan pengamalan. Orang yang membaca Al-Qur’an tidak akan mendapatkan keutamaan bila hapalannya tidak disertai dengan pemahaman dan pengamalan.
Hasan al-Bashri berkata,“Sesungguhnya Al-Qur’an ini dibaca oleh budak dan anak-anak. Mereka tidak paham artinya. Mentadabburi ayat-ayatnya hanya terwujud dengan mengamalkannya, bukan dengan menghapal sambil mengacuhkan ajarannya. Sampai-sampai ada orang yang mengatakan bahwa aku telah membaca Al-Qur’an tanpa satu huruf pun yang luput. Padahal, demi Allah, dia telah meluputkan semuanya! Al-Qur’an tidak tampak pada akhlak dan pengamalannya. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa aku membaca satu surah dalam satu nafas. Demi Allah, mereka bukanlah qurra’ sejati, bukan ulama, bukan ahli hikmah, bukan ahli wara’! Sejak kapan qurra’ seperti mereka!? Semoga Allah tidak memperbanyak manusia-manusia seperti mereka.”(Ibn al-Mubarak,al-Zuhd, h. 276).
Ibn Umar berkata,“Orang yang utama dari sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dahulu dari generasi awal umat ini hanya menghapal satu dua surah, namun mereka diberi karunia mengamalkan Al-Qur’an. Sesunggunya akhir dari umat ini akan membaca Al-Qur’an, di antara mereka anak-anak dan orang buta, namun tidak diberi karunia untuk mengamalkannya.”(Al-Qurthubi,al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Juz I, h. 39).

Sudah seharusnyalah guru-guru Al-Qur’an mengajarkan bacaan dan kandungan Al-Qur’an. Bila tidak, pengajaran Al-Qur’an hanya akan melahirkan murid-murid yang mampu membaca namun tidak mengamalkannya. Sehingga guru-guru itu tercela dan kelak mendapat dosa juga.

Keempat, Halaqah Al-Qur’an merupakan Forum Tarbiyah yang Paling Baik
Forum tarbiyah merupakan salah satu faktor penting dalam proses tarbiyah. Di dalamnya, peserta tarbiyah berinteraksi dengan sejawatnya, memperoleh nilai-nilai tarbiyah, dan memperbaiki kekurangannya. Di dalamnya, seorang murabbi menanamkan, menumbuhkan, dan melestarikan nilai-nilai. Dalam forum tarbiyah inilah peserta tarbiyah memenuhi kebutuhannya: ruhiyah, jasad, akal, sosial, dan pemikiran. Dia mengembangkan kreasi, berpartisipasi, dan berinisiatif di sana.

Perbandingan sederhana di antara forum tarbiyah dari segi efektifitasnya menunjukkan bahwa halaqah Al-Qur’an termasuk forum tarbiyah yang sukses kalau bukan yang paling sukses. Alasannya, halaqah Al-Qur’an mengandung potensi tarbiyah yang dapat membantu guru dalam menjalankan tugasnya dengan baik.

Potensi halaqah Al-Qur’an tersebut dapat diuraikan ke beberapa segi: psikologi forum, mesjid, baitullah, kesucian tempat, tempat tamu-tamu Allah berkumpul.
Dari Jubair ibn Muth’im radhiyallahu anhu bahwa seseorang berkata,“Wahai Rasulullah, tempat apakah yang Allah paling cintai dan tempat apakah yang Allah paling benci?” “Aku tidak tahu sampai aku bertanya kepada Jibril,”jawab Rasulullah. Maka Jibril datang dan menginformasikan bahwa sebaik-baik tempat di sisi Allah adalah mesjid-mesjid dan seburuk-buruk tempat di sisi Allah adalah pasar-pasar. (al-Albani,Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 325).

Dalam hadits lain, dari Salman al-Farisi radhiyallahu anhu berkata,“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang berwudhu dan menuju mesjid maka dia adalah tamu Allah Ta’ala, dan Yang Dikunjungi berhak untuk memuliakan tamu-Nya.”(Lihat:ibid, no. 322).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alahi wasallam bersabda,“Tidaklah seseorang tinggal di mesjid-mesjid kecuali Allah akan ceria (tabasybasya) kepadanya sebagaimana orang-orang yang telah ditinggalkan kepada orang yang pergi kemudian datang kepada mereka.”(Lihat:ibid, 327).

Dari sahabat yang sama, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,“. . . dan tidaklah sebuah kaum berkumpul di rumah dari rumah-rumah Allah, di sana mereka membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali akan turun ketenangan kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat melingkupi mereka, dan Allah menyebut mereka kepada makhluk yang ada di sisi-Nya.”(HR. Muslim, no. 2699).

Nash-nash di atas dan banyak lagi yang senada dengannya terkait keutamaan mesjid dan duduk di dalamnya menunjukkan dampak positif bagi murid halaqah Al-Qur’an. Karena dia mendapatkan ketenangan jiwa, kegembiraan, dan kebahagiaan yang merupakan berkah dari aktivitas mereka di masjid dan dalam komunitas pebelajar Al-Qur’an.

Nilai-nilai spiritual yang didapatkan oleh murid dalam mesjid ini dia rasakan sementara dia juga dalam keadaan suci dan membaca Kalamullah. Kondisi yang menjadikannya siap untuk menerima arahan yang terkait dengan Al-Qur’an yang dia baca.

Murid yang sedang dalam kondisi takut dan tidak stabil tidak mungkin untuk menerima arahan atau meningkatkan diri menuju kesempurnaan. Oleh karena itu, mesjid yangmenyelenggarakan pendidikan Al-Qur’an menjadi sumber ketenangan dan kesempatan bagi pendidik untuk meningkatkan kapasitas murid-murid lewat penjelasan tentang kandungan Al-Qur’an dan adab-adabnya.

Dalam sejarah kita belajar bahwa sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu alahi wasallam, para tabi’un, ulama, panglima-panglima perang, para pendidik umat adalah pelopor-pelopor yang lahir dari rahim mesjid. Dari mesjidlah mereka sebelumnya belajar dan terdidik. Dan tidak mungkin generasi akhir umat ini bisa baik kecuali dengancara yang dengannya generasi awal umat ini berjaya dengannya.

Segi lain potensi halaqah Al-Qur’an adalah kesukarelaan. Sebagian besar murid yang belajar di halaqah Al-Qur’an karena sukarela, tanpa tekanan atau keterpaksaan. Segi lainnya adalah kebutuhan psikologis murid, sehingga biasanya murid telah dalam kondisi siap dengan arahan-arahan dari gurunya. (sumber:http://www.albayan.co.uk/id/article.aspx?id=210#.UoZdzz7WbNg.facebook). Bersambung insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar