Rabu, 13 Juli 2011

Agar Setan Menyesal

Lumrahnya, kalau manusia terpeleset melakukan dosa apalagi dosa besar, manusialah yang akan rugi dan setanlah yang akan merasa beruntung dan begembira. Tapi bagaimana jika setelah manusia melakukan dosa, justru setanlah yang menyesal dan berkata,“Andai saja aku tidak menjerumus kannya ke dosa itu..”?. Bagaimanakah hal semacam itu bias terjadi?
Setiap hari jiwa kita bergelut dengan nafsu yang dikipasi setan. Memilih antara melakukan kebaikan atau kemaksiatan, antara manfaat atau sia-sia, kebenaran atau kebatilan. Ketaatan dan kebaikan ibarat anak tangga kayu yang membuat pijakan kaki semakin tinggi dan derajad kita semakin meningkat. Sedang dosa tak ubahnya rayap yang kita biarkan menggerogoti pijakan hingga membuat pjakan patah dan kita pun terjerembab ke tangga dibawahnya atau bahkan paling bawah.
Fokus usaha setan hanyalah mencari cara agar manusia terperosok. Semakin jauh manusia jatuh, semakin dekat dirinya dengan “hunian masa depan setan”, neraka jahannam. Kalaupun kadang manusia masih bisa bangkit, setan akan kembali menjatuhkannya pada derajat yang lebih rendah. Begitulah seterusnya, manusia berusaha, setan menggagalkan.
Kalau saja Allah tidak meluaskan rahmat-Nya dan hanya menerima orang-orang yang selamat sampai diatas tanpa memberikan dispensasi bagi yang terjatuh, wallahua’lam, entah bagaimana nasib kebanyakan manusia. Tapi, segala puji bagi Allah yang membuka pintu taubat. Sebuah pintu rahmat yang tak ternilai harganya bagi manusia yang sering salah dan lupa. Dengan taubat, manusia bahkan bisa lebih cepat membuat anak tangga menuju kemuliaan daripada sebelumnya.
Manakala seseorang berbuat dosa lalu bertaubat, perasaan rendah diri, kehinaan di depan Allah karena kesalahannya, kebergantungan kepada-Nya, ketakutan akan nasibnya dan harapan akan kasih sayang-Nya akan membuatnya bersegera menggantinya dengan yang baru. Iapun naik dengan cepat.
Allah befirman,:

“kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka mereka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.al Furqan:70)

Ibnu Abbas menjelaskan bahwa maksud keburukan diganti dengan kebaikan adalah hati dan amal orang yang bertaubat akan diganti dengan kebaikan; syirik akan diganti dengan iman, zina diganti dengan sikap menjaga diri dan kehormatan, dusta diganti dengan kejujuran dan khianat dengan sifat amanat. Dengan ini dia melaju menaiki tangga menuju janah laksana kilatan petir. Said bin Musayib bahkan berpendapat bahwa keburukan yang diganti adalah keburukan amal didunia diganti dengan kebaikan di akhirat.

Ibnul Qayim menjelaskan, ada seorang salaf yang menyatakan, bahwa ada kalanya seorang yang berbuat salah lalu bertaubat lebih baik dari yang tidak pernah terpeleset tapi merasa ujub dengan amalnya. Orang yang salah lalu bertaubat, dosanya selalu tampak dimatanya kemanapun dia pergi. Hatinya pun hancur, senantiasa menyesali dan memohon ampun. Sedang yang senantiasa berbuat baik merasa ujub, kebaikannya teringat kemanapun dia pergi, hingga hal itu justru dapat mencelakakannya.(Madarijus Salikin, Ibnul Qayim, hal.57).

Hanya saja taubat yang dimaksud adalah taubat nashuha. Taubat yang total yang memiliki tanda: orang yang bertaubat menjadi lebih baik dari sebelumnya dan selalu berusaha berada pada jalur yang benar. Contoh nyatanya ada pada kisah-kisah para pendahulu. Misalnya, Fudhail bin Iyadh, seorang perampok yang bertaubat dan akhirnya menjadi ulama dan orang shalih hingga akhir hayatnya -wala nuzakki’alallahi ahada-. Taubat nashuha bukan taubat sambal yang memiliki efek temporer dan hanya pada menyembuhkan titik dosa yang telah dilakukan sedang yang lain tidak. Bertaubat dari zina, tapi masih gampang terjerumus atau malah bergelimang dosa riba, misalnnya. Bukan. Taubat nashuha adalah taubat yang mempengaruhi hati dan amal secara keseluruhan hingga membuatnya semakin baik, meskipun bisa jadi pemicunya hanya satu jenis dosa.

Taubat itu seperti seember air yang diguyurkan pada kanvas amal yang telah kita coreti dengan tintah nafsu yang hitam. Air itu meluruhkan torehan-torehan itu hingga bersih. Dosa-dosa yang kita lakukan tak ubahnya sapu-tangan tinta pada kanvas hati yang semakin lama akan membentuk seraut wajah yang mengerikan. Wajah dari amal dan hakikat diri kita. Dan taubat nashuha adalah air yan membilasnya dengan bilasan yang amat bersih.

Manakala seseorang bertaubat nashuha karena suatu dosa, saat itulah setan akan kesal dan menyesal, andai saja dia tidak menjerumuskannya pada dosa itu. Rupanya dosa itu terlalu berat bagi hati manusia dan justru membuatnya amat menyesal lalu kembali kepada Allah. Setan berfikir, andai saja ia jerumuskan manusia tadi pada dosa lain. Ini menjadi sebuah kerugian yang amat besar dalam usaha penyesatan manusia. Lukisan mengerikan itu hampir saja sempurna, tapi akhirnya malah musnah tanpa sisa diguyur air taubat nashuha.

Nah, pada akhirnya kita lah yang akan memilih. Allah sudah bukakan pintu, apakah kita akan memasukinya atau berpaling meninggal kannya.

Ya Allah, karuniakanlah kepada kami taubat nashuha. Ampunilah seluruh dosa-dosa kami dan gantilah keburukan kami dengan kebaikan.Amin. (Disalin dari tulisan Abu Rozin di Majalah Arrisalah edisi 118)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar